Saturday, September 22, 2018

APDSA 2018

APDSA (Asia Pacific Dental Student Association) 2018

First of all, I would thank God for all the blessings happened in this year, to my parents and my brother who always got my back, my boyfriend who made me give the very best of me and always told me that everything is well, my roommate who listened to every story behind my research, my collage friends, etc.

It was in the last 2017 when I started my research with my team and the struggle is definitely real. We decided to join a research competition held by APDSA 2018 because why not., and I tell you guys it was my first time joining a research competition. As a team, we had a good teamwork besides made an abstract a day before the last submission was totally something. 

A few months later I got an announcement that our abstract was accepted and we were invited to present our research in Malaysia. For some reason, my feelings were very in explicable. This was a reason behind every bad things happened in 2017. Before registering the competition, I applied for a scholarship and was refused, I really felt disappointed and failed at that time, but then I got another scholarship and it was far more than I expected. Moreover, because of this scholarship I can pay the registration to go to Malaysia. What a miracle. Alhamdulillah..

Nevertheless, my journey didn't just stop there. I still had to face some obstacles but then again, God showed the way until my friends and I arrived in Malaysia.

It should be a very long story to tell, but maybe on the next blog I will put every activities during the congress and competition in detail. See you on the next update! xoxo 

Here are some sneak peek of the activities :



Opening Ceremony Annual Congress Malaysia 2018

Oral Research Competition Finalists and  The Judges
Riding an ATV at Tadom Hill Resort
(Binh from Vietnam-Eunice from Malaysia-Me-Jessica from Korea-Wahidah-Cassie from Taipei)

Group 33 aka Petai Group
(Peter-Oak-Jessica-Ryu-Esmond-Sandy-Marcella-Me-Pons-Binh)
Durian Party!! treated by Doctor Ng



Group challenge 
Closing Ceremony APDSA 2018



















































































Friday, September 14, 2018

Ameloblastoma


Gejala Klinis Ameloblastoma

Ameloblastoma merupakan lesi yang sering terjadi pada orang dewasa. Lesi ini terjadi terutama pada usia dekade keempat dan kelima, dengan rentang usia sangat luas  dari masa kanak-kanak hingga dewasa akhir (usia rata-rata, sekitar 40 tahun). Lesi yang jarang terjadi pada anak-anak biasanya kistik dan muncul secara klinis sebagai kista odontogenik. Tidak ada predileksi jenis kelamin untuk tumor ini.
Ameloblastoma dapat terjadi di rahang bawah maupun rahang atas, meskipun area ramus molar mandibula adalah tempat yang paling sering muncul. Pada rahang atas area molar lebih sering terkena daripada daerah premolar dan anterior. Lesi biasanya asimtomatik dan diketahui selama pemeriksaan radiografi rutin atau karena adanya ekspansi atau deformitas rahang tanpa gejala.(Regezi, Sciubba, & Richard C.K, 2003)


 Gambar 1 Ameloblastoma pada mandibula (Regezzi, et al 2003)

Gambar 2 Ameloblastoma pada bagian lingual mandibula (Regezzi, et al 2003)

Gejala klinis ameloblastoma antara lain: (Goaz PW, 2003)
  1. Terjadi asimetri wajah pada pasien secara perlahan-lahan
  2.  Biasanya terjadi pembengkakan pada pipi, gingiva atau palatum keras
  3. Gigi yang terletak di regio yang terlibat biasanya mengalami displacement atau mobiliti
  4.   Saat tumor membesar, palpasi terasa sensasi seperti tulang yang keras atau krepitus
  5. Jika lesi sudah merusak tulang, pembengkakan akan terasa keras atau fluktuasi

References:
Goaz PW, W. S. (2003). Oral radiology: principles and interpretation (7th ed.). St.Louis: Mosby Company.
Regezi, J., Sciubba, J. J., & Richard C.K, J. (2003). Cyst of The Jaw and Neck. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation.


Thursday, September 13, 2018

Psikologi FKG


Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah  belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Dalam teori ini tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila ada stimulus dan respons. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada siswa, sedangkan respons berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavior adalah faktor pengutan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon bila pengutan ditambahkan maka respon semakin kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi responpun akan tetap dikuatkan.
Ø  Contoh kasus dalam aplikasi perkuliahan
Dalam proses perkuliahan, seorang dosen mengisi jam mata kuliah dengan mempresentasikan materi di ruang kuliah. Dosen tersebut memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait materi kuliah disela-sela penjelasannya dan mahasiswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dosen tersebut karena memperhatikan kuliahnya. Namun ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh mahasiswa. Lalu dosen tersebut menjanjikan sebuah hadiah bagi mahasiswa yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan benar. Dipertemuan selanjutnya, ada beberapa mahasiswa yang dapat menjawab pertanyaan dosen tersbeut dengan tepat dan benar, lalu dosen tersebut menepati janjinya untuk memberikan hadiah sebagai reward.
Pada kasus tersebut seorang dosen yang memberikan kuliah dan pertanyaan-pertanyaan adalah sebuah stimulus yaitu perlakuan yang diberikan kepada mahasiswa, lalu mahasiswa menjawab pertanyaan dosen tersebut sebagai bentuk respon. Namun ada beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh mahasiswa sehingga dosen menjanjikan hadiah untuk mahasiswa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Hadiah atau reward  yang dijanjikan oleh dosen tersebut adalah bentuk reinforcement atau faktor penguat agar timbul respon dari mahasiswa yaitu menjawab pertanyaan dosen tersebut.

Teori Kognitif

Istilah “Cognitif” berasal dari kata “Cognition” yang padanannya “Knowing”, berarti menge­tahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan penge­tahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer dan menjadi salah satu domain atau wilayah atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap peri­laku mental yang berkaitan dengan pemaham­an, pertimbangan, pengolahan infor­masi, pe­mecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (ke­hendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
Istilah “cognitive of theory learning” yaitu suatu bentuk teori belajar yang berpandangan bahwa belajar adalah merupakan proses pemusatan pikiran (kegiatan mental). Teori belajar tersebut  beranggapan bahwa individu yang belajar itu memiliki kemampuan potensial, sehingga tingkah laku yang bersifat kompleks bukan hanya sekedar dari jumlah tingkah laku yang sederhana, maka dalam hal belajar me­nurut aliran ini adalah mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan stimulus dan respon. Lebih dari itu, belajar juga melibatkan proses ber­pikir yang sangat kompleks. Yang menjadi priori­tas perhatian adalah pada proses bagai­mana suatu ilmu yang baru bisa ber­asimi­lasi dengan ilmu yang sebelumnya di­kuasai oleh masing-masing individu.
Teori kognitif ini, yang didasari oleh pandangan adanya mekanisme dan proses  pertumbuhan, yaitu dari bayi kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan ber­fikir menggunakan hipotesa. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi demikian ialah pengertian Jean Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya tentang hakikat kecerdasan.
Ø  Contoh kasus dalam Aplikasi Perkuliahan
Seorang mahasiswa baru kedokteran gigi mendapat kuliah pengenalan dari dosen anatomi tubuh manusia. Pada kuliah pengenalan tersebut, dosen anatomi menjelaskan tentang makna kata-kata dasar yang sering digunakan dalam istilah kedokteran dalam menentukan letak anatomi manusia. Pada kuliah pertemuan selanjutnya, dosen anatomi tersebut menyebutkan beberapa anatomi manusia menggunakan kata-kata dasar yang digabungkan dengan nama organ atau skeletal manusia. Setelah perkuliahan berakhir, dosen tersebut memberikan latihan soal kepada mahasiswa mengenai anatomi tubuh mannusia.
Pada contoh kasus di atas, diketahui bahwa dosen anatomi memberikan kuliah pengenalan tentang anatomi tubuh manusia, setelah kuliah tersbeut mahasiswa dianggap sudah mengerti dan paham tentang perkuliahan tersebut. Lalu pada pertemuan selanjutnya, dosen anatomi tersebut menyebutkan beberapa anatomi manusia menggunakan kata-kata dasar yang digabungkan dengan nama organ atau skeletal, maka terjadi proses pengintegrasian antara makna kata-kata dasar yang sudah dikuasai dengan menggabungkan nama organ atau skeletal  (informasi baru). Proses tersebut adalah proses asimilasi yaitu penyatuan informasi dalam struktur kognitif yang telah dimiliki mahasiswa tersebut. Selanjutnya dosen memberi latihan soal terkait materi tersebut, maka situasi ini disebut akomodasi yang merupakan penyesuaian struktur kognitif ke situasi baru. Artinya mahasiswa sudah mampu memahami penamaan anatomi tubuh berdasarkan letaknya.


Teori Social Kognitif

Teori kognitif sosial (Social cognitive theory) menyatakan bahwa sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif merupakan ekspetasi siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.
Albert Bandura merupakan salah satu yang merancang teori kognitif sosial dan mengembangkan Model Deterministic Reprical.
Model Deterministic Reprical adalah perilaku lingkungan dan orang (keyakinannya) semua berinteraksi dan interaksi ketiganya itu harus dipahami dahulu sebelum kita bisa memahami fungsi psikologis dan perilaku manusia.
Model Deterministic Reprical terdiri dari 3 faktor utama yaitu:
1.              Perilaku
2.              Person/kognitif
3.              Lingkungan
Proses pembelajaran dengan merepresentasikan paham teori kognitif sosial dapat diterapkan melalui Model Pembelajaran Observasional, yang juga disebut sebagai imitasi atau modeling. Santrock (2008: 286) mendefinisikan istilah tersebut sebagai metode pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Untuk menempuh model pembelajaran tersebut, Bandura (1986) menyebutkan empat proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran, yaitu:
1.      Atensi (Perhatian), proses secara sadar atas sebongkah kecil informasi dari keseluruhan informasi yang tersedia, dari penginderaan maupun proses kognitif lainnya.
2.      Retensi (Ingatan), proses di mana informasi yang diperoleh dari observasi dapat digunakan atau bisa bermanfaat di saat ia membutuhkan informasi tersebut. Bandura berpendapat bahwa terjadi retentional process, dimana informasi disimpan melalui dua cara yaitu secara imajinasi atau secara verbal  
3.      Produksi, proses menerjemahkan citraan atau deskripsi model ke dalam bentuk perilaku nyata. Pada tahap ini kita dituntut untuk berimprovisasi dari hasil Atensi dan Retensi tadi sehingga menghasilkan suatu perilaku yang mungkin baik atau berdampak buruk bagi kita.
4.      Motivasiproses penguat tindakan yang muncul dari dalam diri individu berdasarkan pada apa yang dikatakan atau dilakukan oleh model.
Ø  Contoh Kasus dalam Aplikasi Perkuliahan
Seorang mahasiswa kedokteran gigi mendapat materi pembelajaran di kuliah mengenai cuci tangan yang baik dan benar. Sebelumnya, mahasiswa tersebut belum menerapkan cara mencuci tangan yang diajarkan dalam melakukan pencetakan rahang antar teman saat praktikum. Setelah mendapat materi kuliah tersebut, tanpa sadar mahasiswa tersebut selalu mengamati cara mencuci tangan setiap dokter jaga praktikum yang akan memeriksa keadaan mulut mahasiswa lain. Ternyata, para dokter selalu menerapkan cara cuci tangan yang benar tersebut. Akhirnya mahasiswa tersebut belajar meniru dosen dan para dokter untuk mencuci tangan dengan baik dan benar agar terbiasa sampai ia menjadi dokter kelak.
Pada kasus tersebut mahasiswa kedokteran gigi mendapat informasi mengenai cuci tangan yang baik dan benar, maka terjadi proses atensi yaitu perolehan informasi. Selanjutnya, mahasiswa tersebut mengamati cara cuci tangan para dokter yang ternyata sudah menerapkan cara yang benar yang berarti mahasiswa tersebut mengamati karena ia ingat (proses retensi) tentang informasi cara mencuci tangan yang diberikan saat perkuliahan. Setelah mengamati mahasiswa tersebut menjadikan para dokter sebagai contoh agar ia menerapkan hal yang sama yaitu mencuci tangan dengan  cara yang baik dan benar yaitu merupakan proses produksi yang menerjemahkan citraan atau deskripsi model (perilaku dokter) ke dalam bentuk perilaku nyata. Proses motivasi terjadi karena ia akan menjadi dokter kelak dan ingin menjadi seperti model (perilaku dokter/dosen) yang selalu menerapkan cara mencuci tangan yang baik dan benar.

Referensi  :
1.      Asri Budiningsih, C. 2012. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
2.      Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New York: Dell Publishing Co. Inc.
3.      C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005) h. 21.
4.      Gredler, Margaret & E. Bell. 1986. Learning And Instruction Theory Into Practice. Mc.­Milan Publishing Company. Diterjemah­kan oleh Munandir. 1991. Jakarta: Raja­wali.
5.      Neiser, Uris. 1976. Cognition and Reality: Principles and Implication of Cognitive Psycology. San Fransisco: Freman and Company.
6.      M. Sukarjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012)h.34.
7.      Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana
8.      Slavin, Robert E. 1994. Educational Psycology: Theory and Practice. America: The United States of America.
9.      Zalyana, Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab (Pekanbaru:  Almujtahadah Press, 2010)hlm. 104-105.

Enukleasi

Enukleasi

Enukleasi adalah pemisahan lesi dari tulang, dengan preservasi kontinuitas tulang, berdasarkan penahanan lesi dalam jaringan ikat yang membungkus (berbentuk kapsul) atau membatasi yang berasal dari lesi atau tulang di sekitarnya. (Borle, 2014)

Keuntungan

1.      Seluruh lapisan patologis dapat terangkat seluruhnya (rekurensi minimal)
2.      Memungkin adanya penutupan luka primer
3.      Penyembuhan cepat
4.      Perawatan pasca operasi tidak banyak
5.      Memungkinkan adanya pemeriksaan menyeluruh dari seluruh lapisan kista

Kerugian

1.      Rahang mudah fraktur pada lesi besar
2.      Gigi yang belum erupsi pada kista dentigerous terambil
3.      Trauma pada struktur vital yang berdekatan
4.      Nekrosis pulpa dan gigi yang berdekatan menjadi nonvital

 Teknik enukleasi

1.      Tidak diperlukan pemberian antibiotik profilaksis kecuali pada pasien yang menderita penyakit sistemik tertentu.
2.      Dilakukan mucoperiosteal flap untuk kista yang besar dan akses ke kista didapatkan melalui labial plate of bone.
3.      Saat akses ke kista sudah didapatkan melalui pengunaan osseus window, dokter gigi mulai pengangkatan kista dengan teknik enukleasi
4.      Memotong conective tissue layer dinding kista dari kavitas tulang menggunakan thin-bladed curettage. Permukaan yang cekung harus selalu menghadap ke kavitas tulang, sedangkan bagian yang cembung melakukan pemotongan/pelepasan kista. Pada tahap ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian untuk menghindari hancurnya kista. Terlebih lagi, kista akan lebih mudah terlepas dari kavitas tulang saat intracystic pressure dijaga.
5.      Inspeksi kavitas setelah dilakukan pengangkatan apabila ada jaringan kista yang tertinggal. Mengirigasi dan mengeringkan kavitas dengan gauze akan mempermudah pemeriksaan. Jaringan kista yang tersisa diangkat dengan kuret.
6.      Daerah tepi kavitas tulang dihaluskan menggunakan bone file sebelum ditutup.
7.      Setelah itu, watertight primary closure seharusnya didapatkan dengan penjahitan yang baik.
8.      Kavitas tulang akan berisi blood clots, yang akan menghilang seiring berjalannya waktu. Gambaran radiografis akan pertumbuhan tulang akan tampak dalam waktu 6 hingga 12 bulan.
9.      Apabila primary closure rusak dan luka bekas operasi terbuka, dilakukan irigasi pada daerah luka dengan salin steril, dan strip gauze sedikit dipenuhi dengan antibiotic ointment. Prosedur ini dilakukan setiap 2-3 hari sekali, secara bertahap dikurangi seiring dengan pemulihan luka.

Daftar Pustaka

      Peterson LJ. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed. St. Louis: Mosby; 2003.
      Borle, M. Rajiv, 2014, Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, First Edition, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD, New Delhi-London- Philadelphia-Panama
      Anonymous. 2009. Mosby’s Medical Dictionary 8th Edition. The Free Dictionary By Farlex. Dalam: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/crossreacting+antibody. Dikutip tanggal 5 September 2018.

Thursday, March 15, 2018

Tobbaco Cessation



Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka perokok yang cukup tinggi. Dalam Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Perokok usia di atas 15 tahun sebesar 36.3%, 1.4% perokok umur 10-14 tahun, 64.9% pada laki-laki dan 2.1% pada perempuan, 9,9 % perokok pada kelompok tidak bekerja dan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang.
Tobacco cessation atau smoking cessation adalah berhenti merokok. Menurut NCI Dictionary, berhenti merokok akan menurunkan risiko kanker dan penyakit serius lainnya. Konseling, terapi perilaku, pengobatan dan produk-produk mengandung nikotin seperti nicotine patches, permen karet, lozenges, inhaler, nasal spray dapat membantu seseorang untuk berhenti merokok.
The Four As of Tobacco Cessation
1.      Ask – menanyakan semua pasien tentang status merokok mereka
2.      Advise – menasihati pasien tentang dampak yang diberikan oleh rokok pada kesehatan serta perawatan gigi yang akan dilakukan..
3.      Assist – membantu pasien yang terlihat tertarik untuk berhanti merokok
4.      Arrange- mengatur pertemuan follow-up untuk menanyakan progres

Hal-hal yang membantu seseorang untuk berhenti merokok :
1.      Advice and counseling
Nasihat dari tenaga kesehatan profesional akan sangat berpengaruh bagi seseorang untuk berhenti merokok
2.      Medications
Penggunaan Nicotine-Replacement Therapy (NRT); permen karet, patches, lozenges dan nasal spray dan obat-obatan lain seperti bupropion (Zyban), Varenicline (champix) namun obat-obat tersebut tidak diresepkan oleh dokter gigi.
Hal-hal yang belum terbukti dapat membuat seseorang untuk berhenti merokok yaitu hipnoterapi dan akupuntur karena belum adanya bukti yang menunjukkan bahwa hal tersebut efektif untuk membuat seseorang dapat berhenti merokok.

Policy Recommendations for Smoking Cessation mempunyai tiga strategi utama yaitu :
1.      Pendekatan Kesehatan Masyarakat
Mengubah iklim sosial dan mempromosikan lingkungan yang mendukung
2.      Pendekatan Sistem Kesehatan
Terapi perilaku dan farmakologi
3.      Pendekatan Surveillance, Riset dan Informasi
Mempromosikan adanya pertukaran informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perubahan norma-norma sosial.


Sumber
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI
Chestnutt.G. 2016. Dental Public Health at a Glance 1st Ed. New Delhi: Wiley Blackwell
www.who,int/tobacco/publications/smoking_cessation/recommendation/en