Sunday, May 21, 2023

One and a Half Stripes

Hi everyone! after all this mess I finally graduated from dentistry and here is my story.

In the end of 2019, I was starting my journey as a dental co-assistant in RSGM Unpad. It feels like a roller coaster yet a fun ride for me as I have new responsibilities not only for myself and my study but also my patients. All was fine until Covid-19 arrived in Indonesia and made all of us had to stop all the activities inside the hospital. Shock? no. As at that time I didn't think that Covid-19 had a super long holiday to stay in Indonesia. A half year have passed so fast until I lost my dearest Papa in July 2020. Days after feel like years to me. Too much grief. was not doing really well in my study. I'm drowned in the deepest sadness. until one day I woke up and realized that I had to continue what I've been started. In the mid 2021, we were back offline but this time with another struggles. Yes, new regulation, dental chairs reduction and new uniform (re: Hazmat, etc) due to Covid that still strolling around the country. Long story short, I was registered to join the final exam called UKMP2DG in January 2023. Just like what I wrote on the title, now I was officially a dentist. Yay! Beyond grateful

I wish my Papa smiling up there. I wish I make him proud even it took million days and nights to finally here. to finally survived.

Currently I've been busy preparing my stuffs for my internship on June. Luckily, I plotted in the area that is not far from my house and I can't wait to start a new journey as an intern dentist 😙

Thank you for gave me your precious time just to read my dental journey, I hope you doing good on your own journey. See you on the next update! xoxo


Here is some photos on my Hippocrathic Oath moments








Thursday, March 26, 2020

Penatalaksanaan Trauma Dentoalveolar


Penanganan Umum

Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.

Salah satu cara untuk memeriksa bayi dan anak-anak yang terkena trauma yaitu menidurkan anak pada pangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan pandangan ke atas. Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi demikian dapat memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi dapat menggunakan molt mouth-prop atau mengikat jari tangannya dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape.
Anamnesis secara lengkap dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat terjadinya trauma dilakukan dengan memberikan pertanyaan kapan terjadinya trauma, bagaimana trauma bisa terjadi, apakah ada luka di bagian tubuh lainnya, perawatan apa yang telah dilakukan, apakah pernah terjadi trauma gigi pada masa lalu, dan imunisasi apa saja yang telah diberikan pada anak.
Pemeriksaan luka ekstra oral dilakukan dengan cara palpasi pada bagian-bagian wajah sekitar. Palpasi dilakukan pada alveolus dan gigi, tes mobilitas, reaksi terhadap perkusi, transiluminasi, tes vitalitas baik konvensional maupun menggunakan vitalitester, gigi-gigi yang bergeser diperiksa dan dicatat, apakah terjadi maloklusi akibat trauma, apakah terdapat pulpa yang terbuka, perubahan warna, maupun kegoyangan. Gigi yang mengalami trauma akan memberikan reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas, oleh karena itu tes vitalitas hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang berbeda-beda. Pembuatan foto periapikal dengan beberapa sudut pemotretan ataupun panoramik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa.

Perawatan darurat merupakan awal dari perawatan.

Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut. Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik merupakan tolak ukur pertolongan pertama. Pembersihan dan irigasi yang perlahan dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan streptokokus patogen pada kulit atau mukosa daerah luka.

Imunisasi Tetanus

Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus dilakukan dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda asing, dan eksisi jaringan nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk memutuskan apakah pencegahan tetanus dipelrukan bagi pasien anak-anak yang mengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang parah, luka karena objek yang terkontaminasi tanah atau luka berlubang. Riwayat imunisasi sebaiknya didapatkan dari orang tua penderita. Pada umumnya anak-anak telah mendapatkan proteksi yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian injeksi tetanus toksoid. Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera menghubungi dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan, tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik syok.
Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.

Penangan Gigi dan Jaringan Sekitar

Penanganan untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum pasien telah baik dan seluruh langkah-langkah penanganan umum telah dilakukan. Penentuan rencana perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosa serta anamnesa yang lengkap.
1.      Perawatan segera pada trauma gigi sulung
Pada awal perkembangan gigi tetap, gigi insisif terletak pada palatal dan
sangat dekat dengan apeks gigi insisif sulung. Oleh karena itu bila terjadi trauma
pada gigi sulung maka dokter gigi harus benar-benar mempertimbangkan
kemungkinan terjadi kerusakan pada gigi tetap di bawahnya.
  •  Fraktur Email dan Email-Dentin


Perawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada anak yang tidak kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam, namun bila anak kooperatif dap at dilakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer.
  • Fraktur Mahkota Lengkap

Pencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien kooperatif maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan dengan penambalan.
  • Fraktur Mahkota-Akar

Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
  • Fraktur Akar

Apabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka pencabutan adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal hendaknya tidak dicabut agar tidak mengganggu gigi tetap di bawahnya. Pada beberapa kasus terlihat bila bagian mahkota menjadi nekrosis namun pada bagian akar tetap vital, oleh karena itu resorpsi akar oleh gigi tetap dapat terjadi dan pertumbuhannya tidak terganggu.
  • Concussion

Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma. Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1-2 minggu.
  • Subluksasi

Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.
  • Extrusive luxation

Perawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi yang mengalami trauma.
  • Lateral luxation

Luksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di bawahnya. Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi tersebut. Gigi akan kembali pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh karena tekanan lidah. Pada gigi yang mengalami luksasi mahkota ke arah bukal perawatan terbaik adalah melakukan pencabutan, oleh karena akar akan mengarah ke palatal sehingga mengganggu benih gigi tetap di bawahnya.
  • Intrusive luxation

Pada gigi yang mengalami intrusi ke arah palatal perawatan terbaik adalah ekstraksi. Alat yang digunakan untuk ekstraksi hendaknya hanya tang ekstraksi dan daerah pencabutan dilakukan sedikit penekanan untuk mengembalikan tulang yang bergeser.
Apabila intrusi ke arah bukal cukup dilakukan evaluasi karena gigi akan erupsi kembali ke arah semula. Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah trauma dengan menggunakan cairan klorheksidin 0,1%. Daerah trauma rawan terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama proses reerupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini maka perawatan terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk reerupsi umumnya antara 2-6 bulan. Bila reerupsi gagal terjadi akan timbul ankilosis dan pada kasus ini ekstraksi adalah pilihan yang terbaik.
  • Avulsi

Pada gigi sulung yang mengalami avulsi replantasi merupakan kontraindikasi oleh karena koagulum yang terbentuk akan mengganggu benih gigi tetap.

Perawatan segera pada trauma gigi tetap

Trauma pada gigi tetap umumnya terjadi pada anak antara usia 8-11 tahun. Pada usia ini apeks gigi tetap belum tertutup sempurna, sehingga perawatan yang dilakukan diharapkan dapat tetap mempertahankan proses penutupan apeks dan vitalitas gigi dapat dipertahankan.
  • Fraktur mahkota

Fraktur mahkota yang terjadi dapat berupa infraksi email, fraktur email, dan fraktur email-dentin.
  • Infraksi email

Infraksi adalah fraktu inkomplit tanpa hilangnya substansi gigi dan garis fraktur berujung pada enamel dentinal junction. Garis infraksi akan terlihat jelas dengan menggunakan cahaya langsung dengan arah paralel terhadap sumbu panjang gigi. Tidak diperlukan perawatan khusus pada kasus ini dan pasien hanya disarankan untuk kontrol rutin untuk pemeriksaan gigi.
  • Fraktur email

Pada fraktur ini akan tampak sedikit bagian email hilang. Tidak semua fraktur email dilakukan penambalan oleh karena pada beberapa kasus batas sudut fraktur memberikan gambaran yang baik sehingga hanya dilakukan penyesuaian pada gigi kontralateral agar tampak simetris.
  • Fraktur email-dentin

Fraktur email-dentin akan mengakibatkan terbukanya tubuli dentin sehingga memungkinkan masuknya toksin bakteri yang berakibat inflamasi pulpa. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa tindakan agar nekrosis pulpa tidak terjadi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
1). Pembuatan restorasi mahkota sementara
2). Melekatkan kembali fragmen mahkota
3). Composite crown build up
  • Complicated crown fracture

Fraktur ini melibatkan email dan dentin dengan disertai terlibatnya sedikit kamar pulpa. Tujuan perawatan adalah untuk mempertahankan vitalitas. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi parsial.
.           1). Direct pulp capping
Indikasi perawatan ini adalah keadaan pulpa baik, tidak terjadi lukasi yang disertai kerusakan pada suplai darah di daerah apeks, bagian pulpa terbuka kurang dari 1 mm, jarak waktu antara terbukanya pulpa dan perawatan kurang dari 24 jam, dan restorasi yang akan dibuat dapat mencegah masuknya bakteri.
2). Pulpotomi parsial
Perawatan ini ditujukan untuk menghilangkan jaringan pulpa yang mengalami inflamasi. Umumnya amputasi dilakukan kira-kira 2 mm di bawah daerah tereksponasi. Indikasi perawatan ini adalah untuk gigi yang akarnya sudah terbentuk lengkap ataupun belum dengan gambaran adanya warna pulpa merah terang.
  • Fraktur Mahkota Akar

Perawatan fraktur mahkota akar dilakukan pada gigi yang masih bisa dilakukan restorasi. Apabila bagian akar masih cukup panjang maka dapat dilakukan prosedur seperti di bawah ini:
1). Menghilangkan fragmen dan melekatkan gusi kembali
2). Menghilangkan fragmen dan melakukan bedah exposure pada fraktur
subgingiva.
3). Menghilangkan fragmen dan orthodontic extrusion
4). Menghilangkan fragmen dan surgical extrusion
  • Fraktur Akar

Gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan terjadi ekstrusi fragmen mahkota atau bergesernya mahkota ke arah palatal, oleh karena itu maka perawatan yang dilakukan harus meliputi reposisi fragmen mahkota segera dan stabilisasi.
  • Concusion

Gigi yang mengalami concusion sering memberikan respon positif bila dilakukan pekusi. Tidak diperlukan perawatan yang segera namun pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan untuk memastikan tidak terjadi jejas pada pulpa.
  • Subluksasi

Lakukan splinting dan pasien diminta untuk memakan makanan lunak selama selama 1-2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin.
  • Extrusive luxation

Prinsip perawatan yang diberikan adalah reposisi segera dan fiksasi.
  • Lateral luxation

Lateral luxation umumnya terjadi pada arah palatal, bukal, mesial atau distal. Arah bukal merupakan keadaan yang paling sering terjadi. Pada beberapa kasus sering terjadi bony lock sehingga reposisi sulit dilakukan.
  • Intrusive luxation

Intrusive luxation merupakan kasus luksasi yang sulit dan keberhasilan perawatan masih diperdebatkan. Beberapa petunjuk dalam merawat intrusive luxation adalah sebagai berikut:
1)      Reposisi segera melalui tindakan pembedahan merupakan tindakan beresiko olah karena dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal dan hilangnya jaringan pendukung marginal. Reposisi secara bedah hendaknya dihindari apabila gigi masuk ke dalam dasar hidung atau keluar dari jaringan lunak vestibulum.
2)      Beberapa kasus gigi intrusi dapat dikembalikan ke posisi semula melalui perawatan ortodontik dan reerupsi spontan. Pemilihan teknik perawatan bergantung pada tingkat keparahan intrusi dan kemungkinan terjadinya resorpsi eksternal. Perawatan endodontik dapat mulai dilakukan setelah 2-3 minggu kemudian. Apabila reerupsi spontan dirasakan cukup memakan waktu lama maka dipertimbangkan untuk dilakukan dengan menggunakan alat-alat ortodontik.
  • Avulsi

Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya trauma:
1)      Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya sesegera mungkin.
2)      Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
3)      Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.


DAFTAR PUSTAKA:
Koch, G & Poulsen, S. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st edition.Copenhagen : Munksgaard. 2001.
Cameron, A.C. and Widmer, R. P. Handbook of pediatric dentistry. 2nd edition.Philadelphia : Mosby. 2003.

Pemutihan Gigi (Bleaching)


 Mekanisme pemutihan gigi (bleaching)

Mekanisme kerja bahan pemutih gigi merupakan reaksi oksidasi dari bahan pemutih. Mekanisme kerja bahan pemutih gigi peroxide dan nonperoxide yaitu dengan cara masuk melalui perantara enamel ke tubuli dentin dan mengoksidasi pigmen pada dentin, menyebabkan warna gigi menjadi lebih muda. Proses ini dapat dipercepat menggunakan pemanasan dengan sinar berintensitas cahaya rendah atau sinar dengan intensitas cahaya tinggi.
Reaksi reduksi-oksidasi pada proses pemutihan dikenal sebagai reaksi redoks. Bahan pemutih hidrogen peroksida akan menghasilkan HO2 (peryhydroxil) yang merupakan radikal bebas kuat dan O sebagai radikal bebas lemah. Dalam bentuk cairan murni H2O2 merupakan asam lemah yang menghasilkan lebih banyak radikal bebas lemah yaitu O, sehingga untuk mendorong pembentukan HO2 maka hidrogen peroksida harus dibuat basa pada pH optimum 9,5 – 10,8.5 Setelah terbentuk HO2 dalam jumlah yang besar maka radikal bebas ini akan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh. Hal ini menyebabkan gangguan pada konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi pada molekul organik email, selain itu terjadi perubahan berat molekul bahan organik gigi yang memantulkan gelombang cahaya spesifik penyebab diskolorasi pada bahan dengan berat molekul lebih rendah dan berkurangnya molekul yang merefleksikan cahaya, dengan demikian akan terbentuk molekul organik yang lebih kecil dengan warna yang lebih terang.

Gambar 1 Proses buffer menghasilkan banyak radikal bebas lebih kuat (prehidroksil) (Patil dalam Goldstein 2002)

Hidrogen peroksida merupakan bahan utama yang digunakan dalam perawatan pemutihan gigi dan dihasilkan dengan reaksi sebagai berikut :

Efek pemutihan gigi (bleaching)

Secara keseluruhan bahan pemutih hidrogen peroksida aman digunakan apabila dipakai dalam batas konsentrasi yang diawasi, waktu yang tidak terlalu lama (bila konsentrasi tinggi) dan dalam suatu interval waktu perawatan tertentu. Berbagai persyaratan di atas menjadikan pemutihan gigi vital dapat dilakukan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi sedikit perubahan morfologi enamel pada pH yang bervariasi.
Penelitian secara in vitro yang menguji bahan pemutih hidrogen peroksida 6% terhadap enamel menyatakan bahwa pengikisan enamel akibat penggunaan bahan tersebut masih dapat diterima. Meskipun agen pemutih hidrogen peroksida sangat efektif dalam mencerahkan warna gigi, kekhawatiran dari penggunaan bahan ini telah diungkapkan pada beberapa penelitian mengenai komplikasi setelah pemutihan gigi (post bleaching) termasuk perubahan dalam morfologi permukaan enamel dan dentin, perubahan komposisi kimia, peningkatan permeabilitas, dan perubahan penting dalam sifat mekaniknya.

DAFTAR PUSTAKA:

Meizarini Asti, Rinati Devi. Bahan pemutih gigi dengan sertifikat ADA/ISO. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.). 2005; 38(2):73–76

Farah R.A.A, Suprastiwi E, Usman M. Pemutihan gigi teknik home bleaching dengan menggunakan karbamid peroksida. Dep Ilmu Konservasi gigi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Goldberg M, Bohin F, Bonnet E, Crinquette AC, Dartigues J, Louis JJ. Tooth bleaching treatments: a review. Association Dentaire Française 2007: 11-2.

Al-Qahtani Q Mohammed. Tooth bleaching procedures and their controversial effect: a literature review. The Saudi Dental Journal. 2014: 36-8. 

                                                                            

I'am BACK!

Bismillahirahmannirrahim..

Hi everyone! finally I come back to my blog after almost 2 years with no update.
So, I have graduated from my university and got my bachelor degree ((finally))!!! well it was last year, in a such a good day my parents and my sibling were coming to the graduation, it took almost 9 hours from Semarang to Bandung, yes that was a long and boring ride yet still that was my graduation! I can still remember how proud my parents and brother there saw me got many many flowers from friends and fams. :)))
Here's is my graduation photo!



FYI, now I'am continuing my study (Co-Assistant) to get my DDS degree in RSGM Universitas Padjadjaran. Hopefully I can always share my knowledge for you guys, even a little :) Thank you for always come to visit my Blog. See you on the next update :* :))

Saturday, September 22, 2018

APDSA 2018

APDSA (Asia Pacific Dental Student Association) 2018

First of all, I would thank God for all the blessings happened in this year, to my parents and my brother who always got my back, my boyfriend who made me give the very best of me and always told me that everything is well, my roommate who listened to every story behind my research, my collage friends, etc.

It was in the last 2017 when I started my research with my team and the struggle is definitely real. We decided to join a research competition held by APDSA 2018 because why not., and I tell you guys it was my first time joining a research competition. As a team, we had a good teamwork besides made an abstract a day before the last submission was totally something. 

A few months later I got an announcement that our abstract was accepted and we were invited to present our research in Malaysia. For some reason, my feelings were very in explicable. This was a reason behind every bad things happened in 2017. Before registering the competition, I applied for a scholarship and was refused, I really felt disappointed and failed at that time, but then I got another scholarship and it was far more than I expected. Moreover, because of this scholarship I can pay the registration to go to Malaysia. What a miracle. Alhamdulillah..

Nevertheless, my journey didn't just stop there. I still had to face some obstacles but then again, God showed the way until my friends and I arrived in Malaysia.

It should be a very long story to tell, but maybe on the next blog I will put every activities during the congress and competition in detail. See you on the next update! xoxo 

Here are some sneak peek of the activities :



Opening Ceremony Annual Congress Malaysia 2018

Oral Research Competition Finalists and  The Judges
Riding an ATV at Tadom Hill Resort
(Binh from Vietnam-Eunice from Malaysia-Me-Jessica from Korea-Wahidah-Cassie from Taipei)

Group 33 aka Petai Group
(Peter-Oak-Jessica-Ryu-Esmond-Sandy-Marcella-Me-Pons-Binh)
Durian Party!! treated by Doctor Ng



Group challenge 
Closing Ceremony APDSA 2018



















































































Friday, September 14, 2018

Ameloblastoma


Gejala Klinis Ameloblastoma

Ameloblastoma merupakan lesi yang sering terjadi pada orang dewasa. Lesi ini terjadi terutama pada usia dekade keempat dan kelima, dengan rentang usia sangat luas  dari masa kanak-kanak hingga dewasa akhir (usia rata-rata, sekitar 40 tahun). Lesi yang jarang terjadi pada anak-anak biasanya kistik dan muncul secara klinis sebagai kista odontogenik. Tidak ada predileksi jenis kelamin untuk tumor ini.
Ameloblastoma dapat terjadi di rahang bawah maupun rahang atas, meskipun area ramus molar mandibula adalah tempat yang paling sering muncul. Pada rahang atas area molar lebih sering terkena daripada daerah premolar dan anterior. Lesi biasanya asimtomatik dan diketahui selama pemeriksaan radiografi rutin atau karena adanya ekspansi atau deformitas rahang tanpa gejala.(Regezi, Sciubba, & Richard C.K, 2003)


 Gambar 1 Ameloblastoma pada mandibula (Regezzi, et al 2003)

Gambar 2 Ameloblastoma pada bagian lingual mandibula (Regezzi, et al 2003)

Gejala klinis ameloblastoma antara lain: (Goaz PW, 2003)
  1. Terjadi asimetri wajah pada pasien secara perlahan-lahan
  2.  Biasanya terjadi pembengkakan pada pipi, gingiva atau palatum keras
  3. Gigi yang terletak di regio yang terlibat biasanya mengalami displacement atau mobiliti
  4.   Saat tumor membesar, palpasi terasa sensasi seperti tulang yang keras atau krepitus
  5. Jika lesi sudah merusak tulang, pembengkakan akan terasa keras atau fluktuasi

References:
Goaz PW, W. S. (2003). Oral radiology: principles and interpretation (7th ed.). St.Louis: Mosby Company.
Regezi, J., Sciubba, J. J., & Richard C.K, J. (2003). Cyst of The Jaw and Neck. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation.


Thursday, September 13, 2018

Psikologi FKG


Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah  belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Dalam teori ini tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila ada stimulus dan respons. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada siswa, sedangkan respons berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavior adalah faktor pengutan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon bila pengutan ditambahkan maka respon semakin kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi responpun akan tetap dikuatkan.
Ø  Contoh kasus dalam aplikasi perkuliahan
Dalam proses perkuliahan, seorang dosen mengisi jam mata kuliah dengan mempresentasikan materi di ruang kuliah. Dosen tersebut memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait materi kuliah disela-sela penjelasannya dan mahasiswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dosen tersebut karena memperhatikan kuliahnya. Namun ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh mahasiswa. Lalu dosen tersebut menjanjikan sebuah hadiah bagi mahasiswa yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan benar. Dipertemuan selanjutnya, ada beberapa mahasiswa yang dapat menjawab pertanyaan dosen tersbeut dengan tepat dan benar, lalu dosen tersebut menepati janjinya untuk memberikan hadiah sebagai reward.
Pada kasus tersebut seorang dosen yang memberikan kuliah dan pertanyaan-pertanyaan adalah sebuah stimulus yaitu perlakuan yang diberikan kepada mahasiswa, lalu mahasiswa menjawab pertanyaan dosen tersebut sebagai bentuk respon. Namun ada beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh mahasiswa sehingga dosen menjanjikan hadiah untuk mahasiswa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Hadiah atau reward  yang dijanjikan oleh dosen tersebut adalah bentuk reinforcement atau faktor penguat agar timbul respon dari mahasiswa yaitu menjawab pertanyaan dosen tersebut.

Teori Kognitif

Istilah “Cognitif” berasal dari kata “Cognition” yang padanannya “Knowing”, berarti menge­tahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan penge­tahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer dan menjadi salah satu domain atau wilayah atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap peri­laku mental yang berkaitan dengan pemaham­an, pertimbangan, pengolahan infor­masi, pe­mecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (ke­hendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
Istilah “cognitive of theory learning” yaitu suatu bentuk teori belajar yang berpandangan bahwa belajar adalah merupakan proses pemusatan pikiran (kegiatan mental). Teori belajar tersebut  beranggapan bahwa individu yang belajar itu memiliki kemampuan potensial, sehingga tingkah laku yang bersifat kompleks bukan hanya sekedar dari jumlah tingkah laku yang sederhana, maka dalam hal belajar me­nurut aliran ini adalah mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan stimulus dan respon. Lebih dari itu, belajar juga melibatkan proses ber­pikir yang sangat kompleks. Yang menjadi priori­tas perhatian adalah pada proses bagai­mana suatu ilmu yang baru bisa ber­asimi­lasi dengan ilmu yang sebelumnya di­kuasai oleh masing-masing individu.
Teori kognitif ini, yang didasari oleh pandangan adanya mekanisme dan proses  pertumbuhan, yaitu dari bayi kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan ber­fikir menggunakan hipotesa. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi demikian ialah pengertian Jean Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya tentang hakikat kecerdasan.
Ø  Contoh kasus dalam Aplikasi Perkuliahan
Seorang mahasiswa baru kedokteran gigi mendapat kuliah pengenalan dari dosen anatomi tubuh manusia. Pada kuliah pengenalan tersebut, dosen anatomi menjelaskan tentang makna kata-kata dasar yang sering digunakan dalam istilah kedokteran dalam menentukan letak anatomi manusia. Pada kuliah pertemuan selanjutnya, dosen anatomi tersebut menyebutkan beberapa anatomi manusia menggunakan kata-kata dasar yang digabungkan dengan nama organ atau skeletal manusia. Setelah perkuliahan berakhir, dosen tersebut memberikan latihan soal kepada mahasiswa mengenai anatomi tubuh mannusia.
Pada contoh kasus di atas, diketahui bahwa dosen anatomi memberikan kuliah pengenalan tentang anatomi tubuh manusia, setelah kuliah tersbeut mahasiswa dianggap sudah mengerti dan paham tentang perkuliahan tersebut. Lalu pada pertemuan selanjutnya, dosen anatomi tersebut menyebutkan beberapa anatomi manusia menggunakan kata-kata dasar yang digabungkan dengan nama organ atau skeletal, maka terjadi proses pengintegrasian antara makna kata-kata dasar yang sudah dikuasai dengan menggabungkan nama organ atau skeletal  (informasi baru). Proses tersebut adalah proses asimilasi yaitu penyatuan informasi dalam struktur kognitif yang telah dimiliki mahasiswa tersebut. Selanjutnya dosen memberi latihan soal terkait materi tersebut, maka situasi ini disebut akomodasi yang merupakan penyesuaian struktur kognitif ke situasi baru. Artinya mahasiswa sudah mampu memahami penamaan anatomi tubuh berdasarkan letaknya.


Teori Social Kognitif

Teori kognitif sosial (Social cognitive theory) menyatakan bahwa sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif merupakan ekspetasi siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.
Albert Bandura merupakan salah satu yang merancang teori kognitif sosial dan mengembangkan Model Deterministic Reprical.
Model Deterministic Reprical adalah perilaku lingkungan dan orang (keyakinannya) semua berinteraksi dan interaksi ketiganya itu harus dipahami dahulu sebelum kita bisa memahami fungsi psikologis dan perilaku manusia.
Model Deterministic Reprical terdiri dari 3 faktor utama yaitu:
1.              Perilaku
2.              Person/kognitif
3.              Lingkungan
Proses pembelajaran dengan merepresentasikan paham teori kognitif sosial dapat diterapkan melalui Model Pembelajaran Observasional, yang juga disebut sebagai imitasi atau modeling. Santrock (2008: 286) mendefinisikan istilah tersebut sebagai metode pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Untuk menempuh model pembelajaran tersebut, Bandura (1986) menyebutkan empat proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran, yaitu:
1.      Atensi (Perhatian), proses secara sadar atas sebongkah kecil informasi dari keseluruhan informasi yang tersedia, dari penginderaan maupun proses kognitif lainnya.
2.      Retensi (Ingatan), proses di mana informasi yang diperoleh dari observasi dapat digunakan atau bisa bermanfaat di saat ia membutuhkan informasi tersebut. Bandura berpendapat bahwa terjadi retentional process, dimana informasi disimpan melalui dua cara yaitu secara imajinasi atau secara verbal  
3.      Produksi, proses menerjemahkan citraan atau deskripsi model ke dalam bentuk perilaku nyata. Pada tahap ini kita dituntut untuk berimprovisasi dari hasil Atensi dan Retensi tadi sehingga menghasilkan suatu perilaku yang mungkin baik atau berdampak buruk bagi kita.
4.      Motivasiproses penguat tindakan yang muncul dari dalam diri individu berdasarkan pada apa yang dikatakan atau dilakukan oleh model.
Ø  Contoh Kasus dalam Aplikasi Perkuliahan
Seorang mahasiswa kedokteran gigi mendapat materi pembelajaran di kuliah mengenai cuci tangan yang baik dan benar. Sebelumnya, mahasiswa tersebut belum menerapkan cara mencuci tangan yang diajarkan dalam melakukan pencetakan rahang antar teman saat praktikum. Setelah mendapat materi kuliah tersebut, tanpa sadar mahasiswa tersebut selalu mengamati cara mencuci tangan setiap dokter jaga praktikum yang akan memeriksa keadaan mulut mahasiswa lain. Ternyata, para dokter selalu menerapkan cara cuci tangan yang benar tersebut. Akhirnya mahasiswa tersebut belajar meniru dosen dan para dokter untuk mencuci tangan dengan baik dan benar agar terbiasa sampai ia menjadi dokter kelak.
Pada kasus tersebut mahasiswa kedokteran gigi mendapat informasi mengenai cuci tangan yang baik dan benar, maka terjadi proses atensi yaitu perolehan informasi. Selanjutnya, mahasiswa tersebut mengamati cara cuci tangan para dokter yang ternyata sudah menerapkan cara yang benar yang berarti mahasiswa tersebut mengamati karena ia ingat (proses retensi) tentang informasi cara mencuci tangan yang diberikan saat perkuliahan. Setelah mengamati mahasiswa tersebut menjadikan para dokter sebagai contoh agar ia menerapkan hal yang sama yaitu mencuci tangan dengan  cara yang baik dan benar yaitu merupakan proses produksi yang menerjemahkan citraan atau deskripsi model (perilaku dokter) ke dalam bentuk perilaku nyata. Proses motivasi terjadi karena ia akan menjadi dokter kelak dan ingin menjadi seperti model (perilaku dokter/dosen) yang selalu menerapkan cara mencuci tangan yang baik dan benar.

Referensi  :
1.      Asri Budiningsih, C. 2012. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
2.      Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New York: Dell Publishing Co. Inc.
3.      C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005) h. 21.
4.      Gredler, Margaret & E. Bell. 1986. Learning And Instruction Theory Into Practice. Mc.­Milan Publishing Company. Diterjemah­kan oleh Munandir. 1991. Jakarta: Raja­wali.
5.      Neiser, Uris. 1976. Cognition and Reality: Principles and Implication of Cognitive Psycology. San Fransisco: Freman and Company.
6.      M. Sukarjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012)h.34.
7.      Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana
8.      Slavin, Robert E. 1994. Educational Psycology: Theory and Practice. America: The United States of America.
9.      Zalyana, Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab (Pekanbaru:  Almujtahadah Press, 2010)hlm. 104-105.