Penanganan Umum
Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Salah satu cara untuk memeriksa bayi dan anak-anak yang terkena trauma
yaitu menidurkan anak pada pangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan pandangan ke atas.
Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk di depan ibu
dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi demikian dapat
memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi
dapat menggunakan molt mouth-prop atau mengikat jari tangannya dengan
menggunakan bantalan dan adhesive tape.
Anamnesis secara lengkap dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan
dengan riwayat terjadinya trauma dilakukan dengan memberikan pertanyaan kapan
terjadinya trauma, bagaimana trauma bisa terjadi, apakah ada luka di bagian tubuh
lainnya, perawatan apa yang telah dilakukan, apakah pernah terjadi trauma gigi
pada masa lalu, dan imunisasi apa saja yang telah diberikan pada anak.
Pemeriksaan luka ekstra oral dilakukan dengan cara palpasi pada
bagian-bagian wajah sekitar. Palpasi dilakukan pada alveolus dan gigi, tes
mobilitas, reaksi terhadap perkusi, transiluminasi, tes vitalitas baik
konvensional maupun menggunakan vitalitester, gigi-gigi yang bergeser diperiksa
dan dicatat, apakah terjadi maloklusi akibat trauma, apakah terdapat pulpa yang
terbuka, perubahan warna, maupun kegoyangan. Gigi yang mengalami trauma akan
memberikan reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas, oleh karena itu
tes vitalitas hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang berbeda-beda.
Pembuatan foto periapikal dengan beberapa sudut pemotretan ataupun panoramik
sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa.
Perawatan darurat merupakan awal dari perawatan.
Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan
mulut. Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik
merupakan tolak ukur pertolongan pertama. Pembersihan dan irigasi yang perlahan
dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko
adanya keadaan anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi
jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan streptokokus patogen pada kulit atau
mukosa daerah luka.
Imunisasi Tetanus
Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang
mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus
dilakukan dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda asing,
dan eksisi jaringan nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk memutuskan
apakah pencegahan tetanus dipelrukan bagi pasien anak-anak yang mengalami
avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang parah, luka karena objek yang
terkontaminasi tanah atau luka berlubang. Riwayat imunisasi sebaiknya didapatkan
dari orang tua penderita. Pada umumnya anak-anak telah mendapatkan proteksi
yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian injeksi tetanus toksoid.
Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera
menghubungi dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin
tetanus dapat diberikan, tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena
dapat menimbulkan anafilaktik syok.
Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila
terdapat luka pada jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan
dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.
Penangan Gigi dan Jaringan Sekitar
Penanganan untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan
umum pasien telah baik dan seluruh langkah-langkah penanganan umum telah dilakukan.
Penentuan rencana perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosa serta anamnesa
yang lengkap.
1. Perawatan
segera pada trauma gigi sulung
Pada awal perkembangan gigi tetap, gigi insisif terletak pada
palatal dan
sangat
dekat dengan apeks gigi insisif sulung. Oleh karena itu bila terjadi trauma
pada
gigi sulung maka dokter gigi harus benar-benar mempertimbangkan
kemungkinan
terjadi kerusakan pada gigi tetap di bawahnya.
Perawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada
anak yang tidak kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam,
namun bila anak kooperatif dap at dilakukan penambalan dengan menggunakan semen
glass ionomer atau kompomer.
- Fraktur Mahkota Lengkap
Pencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien kooperatif
maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan dengan penambalan.
- Fraktur Mahkota-Akar
Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan
terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
- Fraktur Akar
Apabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya
maka pencabutan adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal hendaknya
tidak dicabut agar tidak mengganggu gigi tetap di bawahnya. Pada beberapa kasus
terlihat bila bagian mahkota menjadi nekrosis namun pada bagian akar tetap
vital, oleh karena itu resorpsi akar oleh gigi tetap dapat terjadi dan pertumbuhannya
tidak terganggu.
- Concussion
Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya
trauma. Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah
sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan
mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali
selama 1-2 minggu.
- Subluksasi
Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan makanan
lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.
- Extrusive luxation
Perawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi
yang mengalami trauma.
- Lateral
luxation
Luksasi mahkota ke arah palatal akan
menyebabkan akar bergeser ke arah bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada
benih gigi tetap di bawahnya. Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi
tersebut. Gigi akan kembali pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh
karena tekanan lidah. Pada gigi yang mengalami luksasi mahkota ke arah bukal
perawatan terbaik adalah melakukan pencabutan, oleh karena akar akan mengarah
ke palatal sehingga mengganggu benih gigi tetap di bawahnya.
- Intrusive luxation
Pada gigi yang mengalami intrusi ke arah
palatal perawatan terbaik adalah ekstraksi. Alat yang digunakan untuk ekstraksi
hendaknya hanya tang ekstraksi dan daerah pencabutan dilakukan sedikit
penekanan untuk mengembalikan tulang yang bergeser.
Apabila intrusi ke arah bukal cukup dilakukan
evaluasi karena gigi akan erupsi kembali ke arah semula. Orang tua dianjurkan
untuk membersihkan daerah trauma dengan menggunakan cairan klorheksidin 0,1%.
Daerah trauma rawan terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama
proses reerupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini maka perawatan
terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk reerupsi umumnya antara
2-6 bulan. Bila reerupsi gagal terjadi akan timbul ankilosis dan pada kasus ini
ekstraksi adalah pilihan yang terbaik.
- Avulsi
Pada gigi sulung yang mengalami avulsi
replantasi merupakan kontraindikasi oleh karena koagulum yang terbentuk akan
mengganggu benih gigi tetap.
Perawatan segera pada trauma gigi tetap
Trauma pada gigi tetap umumnya terjadi pada anak antara usia 8-11
tahun. Pada usia ini apeks gigi tetap belum tertutup sempurna, sehingga
perawatan yang dilakukan diharapkan dapat tetap mempertahankan proses penutupan
apeks dan vitalitas gigi dapat dipertahankan.
- Fraktur mahkota
Fraktur mahkota yang terjadi dapat berupa
infraksi email, fraktur email, dan fraktur email-dentin.
- Infraksi email
Infraksi adalah fraktu inkomplit tanpa
hilangnya substansi gigi dan garis fraktur berujung pada enamel dentinal
junction. Garis infraksi akan terlihat jelas dengan menggunakan cahaya langsung
dengan arah paralel terhadap sumbu panjang gigi. Tidak diperlukan perawatan
khusus pada kasus ini dan pasien hanya disarankan untuk kontrol rutin untuk
pemeriksaan gigi.
- Fraktur email
Pada fraktur ini akan tampak sedikit bagian
email hilang. Tidak semua fraktur email dilakukan penambalan oleh karena pada
beberapa kasus batas sudut fraktur memberikan gambaran yang baik sehingga hanya
dilakukan penyesuaian pada gigi kontralateral agar tampak simetris.
- Fraktur email-dentin
Fraktur email-dentin akan mengakibatkan
terbukanya tubuli dentin sehingga memungkinkan masuknya toksin bakteri yang
berakibat inflamasi pulpa. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa tindakan
agar nekrosis pulpa tidak terjadi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
1). Pembuatan restorasi mahkota sementara
2). Melekatkan kembali fragmen mahkota
3). Composite crown build up
- Complicated crown fracture
Fraktur ini melibatkan email dan dentin dengan
disertai terlibatnya sedikit kamar pulpa. Tujuan perawatan adalah untuk
mempertahankan vitalitas. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct
pulp capping dan pulpotomi parsial.
.
1). Direct pulp capping
Indikasi perawatan ini adalah keadaan pulpa
baik, tidak terjadi lukasi yang disertai kerusakan pada suplai darah di daerah
apeks, bagian pulpa terbuka kurang dari 1 mm, jarak waktu antara terbukanya
pulpa dan perawatan kurang dari 24 jam, dan restorasi yang akan dibuat dapat
mencegah masuknya bakteri.
2). Pulpotomi parsial
Perawatan ini ditujukan untuk menghilangkan
jaringan pulpa yang mengalami inflamasi. Umumnya amputasi dilakukan kira-kira 2
mm di bawah daerah tereksponasi. Indikasi perawatan ini adalah untuk gigi yang
akarnya sudah terbentuk lengkap ataupun belum dengan gambaran adanya warna
pulpa merah terang.
- Fraktur Mahkota Akar
Perawatan fraktur mahkota akar dilakukan pada
gigi yang masih bisa dilakukan restorasi. Apabila bagian akar masih cukup
panjang maka dapat dilakukan prosedur seperti di bawah ini:
1). Menghilangkan fragmen dan melekatkan gusi
kembali
2). Menghilangkan fragmen dan melakukan bedah
exposure pada fraktur
subgingiva.
3). Menghilangkan fragmen dan orthodontic
extrusion
4). Menghilangkan fragmen dan surgical extrusion
- Fraktur Akar
Gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan
terjadi ekstrusi fragmen mahkota atau bergesernya mahkota ke arah palatal, oleh
karena itu maka perawatan yang dilakukan harus meliputi reposisi fragmen
mahkota segera dan stabilisasi.
- Concusion
Gigi yang mengalami concusion sering memberikan
respon positif bila dilakukan pekusi. Tidak diperlukan perawatan yang segera
namun pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan untuk memastikan tidak terjadi jejas
pada pulpa.
- Subluksasi
Lakukan splinting dan pasien diminta untuk
memakan makanan lunak selama selama 1-2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka
pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin.
- Extrusive luxation
Prinsip perawatan yang diberikan adalah
reposisi segera dan fiksasi.
- Lateral luxation
Lateral luxation umumnya terjadi pada arah
palatal, bukal, mesial atau distal. Arah bukal merupakan keadaan yang paling
sering terjadi. Pada beberapa kasus sering terjadi bony lock sehingga reposisi
sulit dilakukan.
- Intrusive luxation
Intrusive luxation merupakan kasus luksasi yang
sulit dan keberhasilan perawatan masih diperdebatkan. Beberapa petunjuk dalam
merawat intrusive luxation adalah sebagai berikut:
1) Reposisi
segera melalui tindakan pembedahan merupakan tindakan beresiko olah karena
dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal dan hilangnya jaringan pendukung
marginal. Reposisi secara bedah hendaknya dihindari apabila gigi masuk ke dalam
dasar hidung atau keluar dari jaringan lunak vestibulum.
2) Beberapa
kasus gigi intrusi dapat dikembalikan ke posisi semula melalui perawatan
ortodontik dan reerupsi spontan. Pemilihan teknik perawatan bergantung pada
tingkat keparahan intrusi dan kemungkinan terjadinya resorpsi eksternal.
Perawatan endodontik dapat mulai dilakukan setelah 2-3 minggu kemudian. Apabila
reerupsi spontan dirasakan cukup memakan waktu lama maka dipertimbangkan untuk
dilakukan dengan menggunakan alat-alat ortodontik.
- Avulsi
Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan
di tempat terjadinya trauma:
1) Tekan
gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya sesegera
mungkin.
2) Cara
lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila tidak
memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
3) Periksakan
ke dokter gigi sesegera mungkin.
DAFTAR PUSTAKA:
Koch,
G & Poulsen, S. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st edition.Copenhagen
: Munksgaard. 2001.
Cameron,
A.C. and Widmer, R. P. Handbook of pediatric dentistry. 2nd edition.Philadelphia
: Mosby. 2003.